Disadur dari : KPK Website
Karena itu benar kata Mochtar Lubis ketika mengatakan dalam Orasi Budayanya berjudul: Manusia Indonesia: Sebuah Pertanggungjawaban, Jakarta 6 April 1977, katanya: mental manusia Indonesia cenderung hipokrisi yang ciri utama suka berpura-pura, lain di muka- lain pula di belakang, lain di kata-lain pula di hati.
Pendeknya manusia Indonesia adalah manusia yang hobi berbohong dan menggadaikan keyakinan yang sebenarnya. Itulah sebabnya mengapa budaya korupsi menjadi trend dalam ciri sosial di republik ini.
Karena manusia Indonesia bisa berpura-pura membenci korupsi, namun hanya dilakukan di forum-forum terhormat yang ramai dilihat orang. Namun ketika sendirian, sepi dan sekaligus ada kesempatan apa pun bisa dikorupsi.
Pertanyaan kritisnya, mengapa korupsi dibenci tapi tetap saja marak dilakukan banyak orang di negeri ini ?
Banyak faktor yang melingkari diantaranya ialah: Pertama, nihilnya budaya rasa malu korupsi, padahal malu merupakan terapi psikologis untuk menurunkan derajat korupsi. Semakin tinggi rasa malu seseorang semakin tinggi pula tingkat kontrol psikologis untuk takut korupsi.
Dalam hal ini kita dapat belajar dari budaya Jepang yang mengunggulkan budaya rasa malu sebagai cara mengangkat derajat bangsa menjadi bangsa yang unggul di atas bangsa-bangsa yang lain.
Menurut laporan News Week pada tahun 2002 yang lalu sedikitnya 30.000 orang Jepang mati dengan jalan bunuh diri dan diduga keras penyebab tingginya angka itu adalah faktor "malu".
Kedua, lemahnya sanksi moral di tengah masyarakat terhadap koruptor. Tengoklah, realitas di masyarakat para koruptor kakap justru dipuji dan ditokohkan dalam masyarakat. Bagaimana tidak, karena koruptor biasanya dermawan di tengah masyarakat, dari donatur terbesar tempat ibadah, donatur utama panti asuhan, donatur tetap perayaan sosial di lingkungannya dan lain-lain.
Artinya di satu sisi masyarakat membenci korupsi, tapi di sisi yang lain mereka amat menghargai, menghormati bahkan membutuhkan koruptor. Tak kalah pentingnya para koruptor di tengah masyarakat pada umumnya teramat lihai menarik simpati.
Jadi bagaimana kita mengatasi hal ini ? mulailah untuk menjadi orang yang tidak munafik, mulailah menempatkan iman sebagai mestinya, dan jangan jadi kan ibadah yang di lakukan setiap harinya hanya sebagai aktifitas fisik, tanpa disertai ketakutan akan adanya musibah yang datang dan hukuman dari yang Kuasa di kemudian hari
1 comment:
Catatan : tandanya memang selama ini yg selalu di dengung2kan "kurangnya pendapatan" itu bukanlah alasan mengapa korupsi itu terjadi, kita harus berkaca ke masa lalu, di mana orang indonesia malu untuk meminta, lebih memilih lapar di bandingkan mencuri, spt kata pepatah, Biar putih tulang jangan putih mata. Lebih baik mati daripada menanggung malu, itu lah yg sudah hilang di negeri ini.
Post a Comment